Rabu, 01 Oktober 2014

Karakteristik, Kendala, dan Landasan Pembelajaran Tematik


Karakteristik Pembelajaran Tematik

Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran tematik ini, yaitu:

  • Berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
  • Dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
  • Pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, bahkan dalam pelaksanaan di kelas-kelas awal sekolah dasar, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
  • Menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
  • Bersifat luwes (fleksibel), sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
  • Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Kendala Penerapan Pembelajaran Tematik

Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya, di antaranya:

  • Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan masih terpisah-pisah ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Hal ini akan menyulitkan guru dalam mengembangkan program pembelajaran tematik. Di samping itu, tidak semua kompetensi dasar dapat dipadukan.
  • Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik dibutuhkan sarana dan prasarana belajar yang memadai untuk mencapai kompetensi dasar secara optimal. Jika tidak, maka proses pelaksanaan pembelajaran tematik tidak akan berjalan dengan baik, dan hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa.
  • Belum semua guru sekolah dasar memahami konsep pembelajaran tematik ini secara utuh, bahkan ada kecenderungan yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaannya yaitu sifat konservatif guru, dalam arti bahwa pada umumnya guru merasa senang dengan proses pembelajaran yang sudah biasa dilakukannya yaitu pembelajaran yang konvensional.

Landasan Pembelajaran Tematik

Setiap pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar, seorang guru harus mempertimbangkan banyak faktor. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.

  • Aliran progresivisme beranggapan bahwa proses pembelajaran pada umumnya perlu sekali ditekankan pada: (a) pembentukan kreatifitas, (b) pemberian sejumlah kegiatan, (c) suasana yang alamiah (natural), dan (d) memperhatikan pengalaman siswa. Dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis (Ellis, 1993). Aliran ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat “problem solving”. Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa perlu memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Dalam hal demikian maka terjadi proses berpikir yang terkait dengan “metakognisi”, yaitu proses menghubungkan pengetahuan dan pengalaman belajar dengan pengetahuan lain untuk menghasilkan sesuatu (J. Marzano et al, 1992). Terdapatnya kesalahan atau kekeliruan dalam proses pemecahan masalah atau sesuatu yang dihasilkan adalah sesuatu yang wajar, karena hal itu merupakan bagian dari proses belajar.
  • Pengalaman langsung siswa (direct experiences) Aliran konstruktivismemenekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
  • Aliran humanisme melihat siswa dari segi: (a) keunikan/kekhasannya, (b) potensinya, dan (c) motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual, (b) pengakuan adanya siswa yang lambat (slow learner) dan siswa yang cepat, (c) penyikapan yang unik terhadap siswa baik yang menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan.

0 komentar:

Posting Komentar